Jakarta (Infojabar.com) – Usulan agar sepeda motor berkapasitas besar (moge) diperbolehkan melintas di jalan tol kembali mencuat. Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Andi Iwan Darmawan Aras, menyampaikan gagasan ini dengan alasan potensi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang besar. Menurut Andi, keberadaan moge yang jumlahnya cukup signifikan di Indonesia dapat memberikan kontribusi positif bagi negara.
Namun, wacana tersebut mendapat penolakan dari sejumlah pihak yang mengutamakan aspek keselamatan. Salah satunya adalah Jusri Pulubuhu, Direktur Pelatihan Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC). Ia menilai kondisi jalan tol di Indonesia saat ini belum mendukung keberadaan moge.
“Saya sendiri pecinta moge dan sering berkendara di jalan raya, tetapi saya tidak setuju jika moge diperbolehkan masuk tol. Masalah utamanya ada pada perilaku dan budaya pengguna jalan yang masih belum tertib,” ujar Jusri kepada awak media, Jumat (24/1/2025).
Jusri menjelaskan, ketertiban di jalan tol masih menjadi tantangan besar, seperti kebiasaan menyalip dari bahu jalan, tidak menjaga kecepatan sesuai aturan, dan fenomena pengendara lambat di lajur cepat. Menurutnya, hal ini bisa membahayakan pengendara moge yang tidak memiliki perlindungan seperti mobil.
“Sebelum moge masuk tol, harus ada perubahan signifikan dalam perilaku pengemudi. Ketertiban dalam berlalu lintas harus menjadi prioritas. Kalau tidak, risiko kecelakaan akan sangat tinggi,” tegasnya.
Ia juga menyarankan bahwa moge baru bisa masuk jalan tol jika tersedia jalur khusus, seperti yang diterapkan di Tol Bali Mandara, Jembatan Suramadu, atau Tol Balikpapan-Penajam Paser Utara.
“Jika ingin mewujudkan ini, buatlah koridor khusus untuk moge seperti di beberapa tol yang sudah ada. Itu jauh lebih aman,” imbuhnya.
Sementara itu, Budiyanto, seorang pemerhati transportasi dan hukum, menilai peluang moge masuk jalan tol tetap ada selama memenuhi persyaratan hukum. Ia menjelaskan bahwa regulasi di Indonesia memungkinkan sepeda motor melintasi jalan tol selama terdapat pemisahan fisik antara lajur roda dua dan roda empat.
“Secara hukum, motor termasuk moge boleh masuk tol jika ada jalur khusus yang terpisah secara fisik. Namun, implementasi kebijakan ini perlu kajian mendalam agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat,” kata Budiyanto.
Ia mengingatkan bahwa moge sering dianggap sebagai simbol status tertentu, sehingga keistimewaan bagi penggunanya dapat memicu ketegangan sosial jika tidak dikelola dengan baik.
Hingga kini, wacana ini masih menjadi perdebatan. Pihak yang mendukung maupun menolak terus menyuarakan pendapat mereka. Pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan yang mempertimbangkan keselamatan dan kepentingan semua pihak.