(Infojabar.com) – Memasuki usia ke-79, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menghadapi tantangan ganda: modernisasi teknologi dan kebutuhan mendesak akan pendekatan yang lebih humanis. Di tengah era digital dan meningkatnya ekspektasi publik, transformasi Polri tak cukup hanya dilakukan lewat robot dan kecanggihan alat—melainkan juga pada sikap, integritas, dan hubungan dengan masyarakat.
Polri merupakan tulang punggung dalam menjaga stabilitas negara. Namun keberadaan institusi ini tidak bisa hanya dilihat dari sisi penegakan hukum, tetapi juga dari cara mereka membangun kepercayaan dengan masyarakat. Jika kepercayaan publik tergerus, maka stabilitas demokrasi ikut terancam.
Citra Positif Tak Sejalan dengan Peran Strategis
Data survei Litbang Kompas per Januari 2025 menunjukkan bahwa citra positif Polri berada di angka 65,7 persen—terendah di antara institusi negara lainnya. Ironisnya, di saat yang sama, tingkat kepuasan masyarakat terhadap stabilitas politik dan keamanan justru tertinggi, mencapai 85,8 persen. Padahal, sektor tersebut adalah salah satu peran utama yang diemban Polri.
Kesenjangan ini mencerminkan adanya kontradiksi antara prestasi dan persepsi. Di satu sisi, Polri menjadi pilar keamanan, namun di sisi lain masih dibayangi oleh citra negatif yang disebabkan oleh berbagai insiden di lapangan.
Media Sosial: Sorotan Tajam Terhadap Perilaku Aparat
Di era keterbukaan digital, setiap tindakan aparat bisa menjadi konsumsi publik dalam hitungan detik. Dengan lebih dari 140 juta pengguna media sosial di Indonesia, kamera ponsel masyarakat bisa sewaktu-waktu menjadi pengawas yang merekam dan menyebarkan perilaku aparat di lapangan—baik yang positif maupun sebaliknya.
“Satu kesalahan kecil dapat mencoreng citra besar,” dan ini terjadi berulang kali. Tak bisa dimungkiri, jejak digital yang menunjukkan arogansi atau penyalahgunaan kewenangan oleh oknum anggota Polri masih mudah ditemukan.
Modernisasi Bukan Sekadar Soal Robot
Dalam rangka menyambut HUT Bhayangkara ke-79, Polri memamerkan sederet inovasi teknologi, mulai dari robot humanoid, robot anjing i-K9, hingga kendaraan robotik taktis. Terobosan ini mencerminkan langkah maju Polri dalam menghadapi tantangan masa depan.
Namun, publik menaruh perhatian lebih pada sisi “kemanusiaan” institusi ini. Humanisasi Polri kini menjadi tuntutan utama di tengah krisis kepercayaan yang bersumber dari perilaku menyimpang sebagian personel.
Lima Agenda Reformasi Kultural Polri
Dalam upaya membangun kembali kepercayaan publik, ada lima langkah penting yang dinilai harus menjadi prioritas Polri:
-
Mengutamakan pendekatan humanis
Polri harus lebih mengedepankan dialog dan pendekatan persuasif dalam menghadapi masyarakat, dibandingkan tindakan koersif. Hubungan yang dibangun atas dasar saling percaya akan lebih efektif daripada sekadar penegakan aturan. -
Mendorong partisipasi publik secara aktif
Membuka ruang partisipasi masyarakat melalui forum komunikasi atau kemitraan keamanan menjadi penting. Polri bukan hanya penegak hukum, tetapi juga mitra warga dalam menciptakan ketertiban. -
Menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas
Penanganan kasus, terutama yang menyita perhatian publik, harus dilakukan secara terbuka. Pengawasan internal perlu diperkuat dengan pengawasan eksternal oleh masyarakat sipil dan media. -
Terbuka terhadap kritik dan aspirasi masyarakat
Polri dituntut lebih responsif terhadap masukan masyarakat. Kritik bukan ancaman, melainkan bentuk partisipasi demokratis yang patut dihargai. -
Meningkatkan kualitas SDM Polri
Reformasi personel harus mencakup peningkatan kapasitas teknis serta pembentukan mentalitas yang melayani dan menghormati hak asasi manusia. Etika, integritas, dan empati harus menjadi fondasi dalam setiap tindakan.
Momentum Reposisi Polri
Peringatan Hari Bhayangkara pada 1 Juli 2025 ini menjadi saat yang tepat bagi Polri untuk mengevaluasi dan mendefinisikan ulang posisinya sebagai pelindung masyarakat sekaligus pengawal demokrasi. Tema “Polri untuk Masyarakat” tahun ini mengandung pesan kuat bahwa lembaga ini bukan hanya simbol kekuasaan, melainkan bagian dari rakyat yang harus hadir dengan empati dan keteladanan.
Dengan langkah-langkah pembenahan yang tepat, bukan mustahil Polri akan kembali meraih kepercayaan publik secara utuh. Transformasi digital memang penting, namun transformasi budaya dan nilai-nilai kemanusiaan jauh lebih mendesak.
Selamat Hari Bhayangkara ke-79. Polri yang humanis, Polri yang dipercaya rakyat.