Bandung (Infojabar.com) – Pemimpin baru Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 diharapkan dapat segera bergerak cepat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen dalam lima tahun, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Ferry Hadiyanto, pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), mengungkapkan bahwa meskipun transisi kepemimpinan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan terjadi serentak di seluruh Indonesia pada 2025, hal ini tetap harus disertai dengan penyesuaian yang cepat terhadap kondisi ekonomi lokal.
“Jika petahana yang terpilih, mereka bisa langsung tancap gas untuk mengejar target pemerintah. Namun, jika pemimpin baru, mereka mungkin butuh waktu untuk konsolidasi. Tapi saya harap, di Jawa Barat, mereka bisa langsung bergerak untuk mewujudkan target pusat,” ujarnya dalam sebuah diskusi bertema Menyongsong Era Baru: Menyusun Solusi untuk Masa Depan Bisnis dan Ekonomi Jawa Barat di Bandung, Jumat (6/12/2024).
Ferry menilai bahwa mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen bukanlah hal yang mudah, terutama mengingat rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional selama 10 tahun terakhir di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo hanya mencapai lima persen. Meskipun demikian, angka tersebut terhambat oleh pandemi COVID-19 yang mempengaruhi perekonomian global dan domestik.
Menurutnya, selain faktor domestik, kondisi ekonomi global turut memainkan peran besar. Ferry mengingatkan bahwa ketegangan geopolitik, seperti perang di Timur Tengah dan Eropa Timur, dapat memperburuk situasi ekonomi global, termasuk di Indonesia. Terlebih, ketergantungan ekonomi Indonesia, terutama ekspor tekstil, pada pasar Amerika Serikat yang kini sedang mengalami perubahan kebijakan di bawah pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump, dapat menyulitkan upaya Indonesia mencapai target pertumbuhan yang ambisius.
“Perang yang belum reda di Timur Tengah dan Eropa Timur, ditambah kebijakan ekonomi AS yang menarik potensi dari luar negeri, akan memberikan dampak besar. Jika capital inflow dari Amerika terhambat, akan sulit bagi kita untuk mencapai target pertumbuhan delapan persen,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ferry mengingatkan tentang pentingnya upaya untuk memperbaiki ekonomi Jawa Barat, yang dalam dua tahun terakhir tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Penutupan atau pemindahan beberapa pabrik tekstil, menurutnya, menjadi salah satu faktor penyebabnya.
“Hal ini harus menjadi perhatian serius. Di Jabar, kita perlu mencari alternatif untuk menggantikan sektor-sektor yang mengalami penurunan, seperti tekstil, agar pertumbuhan ekonomi tetap bisa positif,” tambah Ferry.
Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat, Sri Dewi, juga menyampaikan kekhawatirannya terkait tantangan ekonomi yang akan dihadapi oleh pemerintah baru. Ia mengingatkan bahwa selain target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan upah minimum regional (UMR) yang diperkirakan naik 6,5 persen, dapat memberikan dampak besar bagi kalangan pengusaha.
“Di waktu dekat, kami akan melakukan audiensi dengan para pengusaha untuk mencari solusi agar industri di Jabar tetap bertahan dan tidak pindah,” kata Dewi.
Dewi juga menekankan pentingnya pemanfaatan infrastruktur yang ada di Jawa Barat, seperti Kawasan Rebana, Bandara Kertajati, dan Pelabuhan Patimban, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Ia berharap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemimpin baru dapat mendorong perkembangan ekonomi tanpa menciptakan kebijakan yang belum teruji.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah kesulitan dalam mengurus izin berusaha, terutama di sektor pariwisata, yang seharusnya menjadi salah satu sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di provinsi ini.
Selain itu, Dewi juga mengusulkan agar Jawa Barat lebih fokus pada produksi energi hijau, yang menurutnya dapat menjadi sumber investasi yang menjanjikan.
“Investasi asing kini beralih ke sektor energi hijau, yang masih belum maksimal di Jawa Barat. Ini bisa menjadi peluang besar untuk meningkatkan daya tarik investasi ke daerah ini,” ujarnya.
Kurniawan Imam Ghozali, GM Pemasaran dan Pengembangan Bisnis PT SEI, menambahkan bahwa penggunaan energi hijau dapat mengurangi biaya operasional perusahaan. Sebagai contoh, pemasangan panel surya dapat menghemat hingga 40 persen biaya listrik, sementara penggunaan mobil listrik untuk operasional bisa menurunkan biaya bahan bakar dari Rp238 ribu menjadi hanya Rp70 ribu.
“Industri seperti tekstil akan terbantu dengan pengurangan biaya operasional ini. Kami ingin berkontribusi dalam mempersiapkan energi hijau di Jawa Barat sebagai bagian dari peningkatan investasi,” jelas Kurniawan.
Dengan berbagai tantangan dan peluang yang ada, diharapkan pemimpin baru Jawa Barat dapat bergerak cepat untuk mewujudkan target perekonomian delapan persen serta mendorong keberlanjutan sektor-sektor ekonomi yang ada demi kesejahteraan masyarakat.