Jakarta (Infojabar.com) – Pemerintah Indonesia diminta untuk mengimplementasikan kebijakan kesehatan yang berbasis bukti ilmiah guna menurunkan prevalensi merokok yang terus meningkat. Salah satunya adalah dengan mempertimbangkan pemanfaatan produk tembakau alternatif sebagai bagian dari strategi pengendalian merokok.
Profesor Tikki Pangestu, pengajar di Yong Loo Lin School of Medicine, National University of Singapore, menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan kebijakan komplementer yang rasional dan proporsional, berbasis risiko, serta mengintegrasikan bukti ilmiah dalam perumusannya. “Kebijakan yang ada saat ini perlu dilengkapi dengan kebijakan berbasis bukti ilmiah yang memperhatikan situasi politik, ekonomi, budaya lokal, dan sumber daya yang ada,” ujarnya dalam keterangan pers, Senin (9/12/2024).
Prof Tikki, yang juga mantan Direktur Riset Kebijakan Penelitian dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menekankan bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar untuk menurunkan angka perokok aktif. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan dampak besar pada peningkatan biaya kesehatan setiap tahunnya.
“Angka ini jelas bukan prestasi yang patut dibanggakan. Kita harus segera menurunkan jumlah perokok di Indonesia,” tegasnya.
Prof Tikki juga mengingatkan bahwa pembuatan kebijakan harus relevan, menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat, serta menyasar edukasi tentang bahaya merokok. Selain itu, kebijakan yang diambil harus memberikan ruang bagi perokok dewasa untuk memilih cara yang paling sesuai bagi mereka dalam berhenti merokok.
“Kajian ilmiah harus menjadi bagian integral dari pencarian solusi yang efektif untuk mengurangi prevalensi merokok di Indonesia,” jelasnya.
Sebagai contoh, Jepang telah berhasil menurunkan angka perokok dengan mengimplementasikan kebijakan berbasis bukti ilmiah, salah satunya dengan mendorong penggunaan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan. Kebijakan ini terbukti efektif, karena prevalensi merokok di Jepang menunjukkan penurunan signifikan.
Survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang pada 2022 menunjukkan bahwa jumlah perokok laki-laki turun 3,4 poin menjadi 25,4 persen, sementara perokok perempuan turun 1,1 poin menjadi 7,7 persen. Penurunan ini didorong oleh peningkatan kesadaran akan bahaya merokok serta revisi undang-undang yang memperketat regulasi untuk mengurangi paparan perokok pasif.
“Mengikuti jejak Jepang, kita perlu mempromosikan produk tembakau yang dipanaskan sebagai alternatif untuk mengurangi jumlah perokok dan mengurangi beban biaya kesehatan di Indonesia,” pungkasnya.