Sukabumi (Infojabar.com) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan pemetaan terkait keretakan tanah yang merusak puluhan rumah warga di Kampung Cihonje, Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemetaan ini bertujuan untuk memitigasi risiko pergerakan tanah lebih lanjut yang bisa berdampak pada keselamatan warga setempat.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa tim meteorologi BMKG menyesuaikan peta cuaca yang dimiliki dengan peta kerawanan pergerakan tanah yang disusun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hasil pemetaan ini sangat penting untuk sosialisasi kepada masyarakat agar dapat mempersiapkan diri terhadap potensi dampak susulan.
“Proses ini penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai potensi bahaya yang ada, serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampaknya,” kata Dwikorita di Sukabumi pada Sabtu (7/12/2024).
Dari analisis lapangan sementara, BMKG menemukan bahwa hujan dengan intensitas sedang hingga deras menjadi faktor yang memperburuk terjadinya keretakan tanah di Cihonje pada Selasa (3/12) sore. Sebanyak 30 rumah dan satu masjid mengalami kerusakan, sementara 42 kepala keluarga yang terdiri dari sekitar 120 jiwa terpaksa mengungsi akibat bencana pergerakan tanah ini.
Dwikorita menambahkan bahwa kejadian ini sejalan dengan peringatan dini yang dikeluarkan BMKG mengenai potensi curah hujan yang lebih tinggi dari normal di wilayah selatan Jawa Barat, termasuk Kabupaten Sukabumi. Peringatan dini ini telah disampaikan secara luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah sepekan sebelum peristiwa bencana terjadi. Bahkan, BMKG secara rutin memberikan pembaruan informasi setiap tiga jam melalui berbagai saluran komunikasi.
Menurut peta yang disusun oleh PVMBG, daerah terdampak pergerakan tanah di Kampung Cihonje dan sekitarnya berada pada ketinggian 100-800 meter di atas permukaan laut, yang masuk dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah hingga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Desa Sukamaju dan Cikembar memiliki potensi besar terhadap terjadinya pergerakan tanah, terutama jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
“Tim kami akan terjun langsung ke lapangan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai potensi bahaya ini. Tujuannya agar warga bisa mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk,” tambah Dwikorita.
BMKG juga mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem yang dapat berlangsung hingga 8-9 Desember 2024. Wilayah selatan Jawa Barat diperkirakan masih berisiko diguyur hujan dengan intensitas deras (30-50 mm per jam) yang disertai angin kencang. Potensi bencana yang dapat terjadi selama periode ini antara lain banjir bandang, tanah longsor, pergerakan tanah, puting beliung, hingga hujan es.
Kekhawatiran ini semakin meningkat setelah BMKG mendeteksi adanya bibit siklon tropis 91S di Samudra Hindia bagian barat daya Banten yang saat ini bergerak mendekat ke wilayah selatan Jawa Barat. Kehadiran bibit siklon ini diperkirakan akan memperburuk kondisi cuaca ekstrem di wilayah tersebut.
BMKG juga menjelaskan bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki musim penghujan yang dipengaruhi oleh fenomena atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang ekuatorial Rossby, gelombang Kelvin, dan kondisi La Niña yang lemah. Dampaknya, curah hujan meningkat sekitar 20 persen dibandingkan dengan kondisi normal, yang mempengaruhi berbagai wilayah di Jawa Barat.
“Setelah Sukabumi dan Cianjur, kondisi cuaca ekstrem ini diperkirakan akan menyebar ke wilayah Garut, Ciamis, serta wilayah selatan Jawa Barat lainnya, termasuk Banten bagian selatan dan Jabodetabek,” ujar Dwikorita.
BMKG terus mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada dan mengikuti perkembangan informasi cuaca serta peringatan dini yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi.