Jakarta (Infojabar.com) – Pengembangan bioethanol sebagai bagian dari transisi energi harus memperhatikan aspek harga yang terjangkau bagi masyarakat. Hal ini disampaikan oleh ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, yang menekankan pentingnya menjaga harga jual bioethanol agar tetap bersaing di pasar.
“Pengembangan bioethanol harus tetap dilakukan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan, namun harga jualnya harus terjangkau. Jika terlalu mahal, masyarakat akan enggan membelinya,” ujar Tauhid melalui sambungan telepon di Jakarta, Jumat (20/12).
Tauhid mengusulkan beberapa langkah untuk mengurangi harga jual bioethanol. Salah satunya adalah dengan menghapuskan pajak untuk etanol yang digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN). Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan subsidi serta insentif lainnya untuk membuat bioethanol lebih terjangkau bagi konsumen.
Pemerintah, menurutnya, juga dapat mendorong sektor bisnis untuk lebih banyak menggunakan bioethanol. Sebagai contoh, perusahaan yang ingin mendapatkan sertifikat Environmental, Social, and Governance (ESG) dapat diwajibkan menggunakan kendaraan operasional yang berbahan bakar bioethanol. Langkah ini, menurutnya, dapat memperluas pasar dan meningkatkan permintaan terhadap bioethanol.
Tauhid juga menekankan pentingnya diversifikasi bahan baku untuk produksi bioethanol. Dengan menggunakan berbagai jenis bahan baku, harga jual bioethanol bisa lebih terjangkau. Selain itu, lokasi pabrik etanol yang dekat dengan lahan bahan baku akan mengurangi biaya transportasi, yang juga dapat menekan harga.
Sebelumnya, Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian ESDM, Efendi Manurung, menyampaikan bahwa pemerintah berencana memberikan dukungan untuk pengembangan bioethanol, termasuk di sektor hulu seperti pembibitan tebu dan pemupukan.
“Jika kita memberikan dukungan dari hulu, mulai dari pembibitan, pemupukan, hingga unit produksi, harga bioethanol bisa ditekan. Hal ini akan memungkinkan harga produk akhir lebih kompetitif dengan bahan bakar fosil yang disubsidi,” ujar Efendi dalam sebuah diskusi publik di Jakarta.
Efendi juga menambahkan bahwa pemerintah siap memberikan subsidi di setiap tahap proses produksi untuk mencapai harga keekonomian yang sesuai dengan pasar. Saat ini, pemerintah masih menerima masukan dari berbagai hasil riset dan pandangan ahli terkait pengembangan bioethanol.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, juga menegaskan bahwa bioethanol yang digunakan untuk bahan bakar tidak akan dikenakan cukai.
“Untuk penggunaan sebagai bahan bakar, bioethanol tidak akan dikenakan cukai. Hal ini sudah disepakati dengan Kementerian Keuangan,” kata Eniya.