Cianjur (Infojabar.com) – Kejaksaan Negeri Cianjur, Jawa Barat, resmi menahan pegawai Kementerian Pertanian (Kementan), DNF, dalam kasus dugaan korupsi terkait pembangunan dua lokasi agrowisata di Cianjur. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp8 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur, Kamin, mengungkapkan bahwa DNF sempat tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan karena sedang menjalani perawatan di rumah sakit di Jakarta. Namun, yang bersangkutan akhirnya menyerahkan diri untuk menjalani proses hukum.
“Setelah DNF menyerahkan diri, kami segera melakukan pemeriksaan dan menetapkannya sebagai tersangka. Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan resmi ditetapkan sebagai tersangka, bersama satu orang tersangka lainnya dengan kasus yang sama,” ujar Kamin, Rabu (18/12).
Sebelum penahanan, DNF diketahui sempat mengembalikan uang sebesar Rp120 juta. Namun, meskipun uang tersebut dikembalikan, hal itu tidak mengubah status DNF sebagai tersangka dan proses hukum terhadap kedua tersangka, yaitu DNF dan SO, tetap berjalan.
Kamin menjelaskan, pihaknya masih terus mendalami kasus dugaan korupsi ini yang berkaitan dengan pembangunan dua lokasi agrowisata di Kecamatan Warungkondang dan Kecamatan Cipanas, Cianjur. Total dana yang digunakan dalam proyek ini mencapai Rp13 miliar.
“Dana tersebut berasal dari anggaran Kementerian Pertanian tahun 2022, yang diperuntukkan bagi pembangunan agrowisata di Desa Sindangjaya dan Desa Tegalega. Masing-masing lokasi mendapatkan anggaran sebesar Rp3,6 miliar untuk Cipanas dan Rp9,7 miliar untuk Warungkondang,” jelas Kamin.
Ia menjelaskan bahwa DNF adalah pegawai di Kementerian Pertanian, sementara SO adalah seorang pegawai swasta. Keduanya bekerja sama dalam merealisasikan bantuan pengembangan agrowisata di Cianjur. Meskipun kedua proyek pembangunan agrowisata sudah selesai, penyelidikan mengungkap adanya penyimpangan dalam penggunaan dana.
“Dana yang disalurkan semula kepada tujuh kelompok masyarakat yang baru dibentuk pada tahun yang sama, namun setelah dana masuk, uang tersebut ditarik kembali oleh kedua tersangka. Proyek yang seharusnya dikerjakan secara swakelola justru dikerjakan oleh SO sebagai pihak ketiga. Padahal, seluruh pekerjaan sudah rampung,” kata Kamin.
Meskipun laporan pertanggungjawaban menunjukkan bahwa proyek selesai 100 persen, investigasi mengungkapkan bahwa pembangunan agrowisata tersebut tidak sesuai dengan perencanaan awal dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Kedua tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Mereka terancam hukuman penjara lebih dari lima tahun.