(Infojabar.com) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan menyampaikan apresiasi terhadap langkah tegas Kejaksaan Agung (Kejagung) yang berhasil menyita dana senilai Rp11,8 triliun dalam kasus dugaan korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) periode 2021–2022 yang melibatkan korporasi Wilmar Group.
“Ini merupakan langkah signifikan dalam upaya penegakan hukum dan bentuk nyata perlindungan terhadap kepentingan negara,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Rabu (18/6/2025).
Budi menegaskan bahwa pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap Kejagung dalam proses penyidikan perkara tersebut. Ia juga mengapresiasi sinergi antara institusi hukum dan lembaga di bawah koordinasi Desk Penindakan Korupsi Kemenko Polhukam yang turut berperan aktif dalam penanganan kasus ini.
Ia berharap proses hukum atas kasus tersebut berjalan secara adil, terbuka, dan akuntabel guna menjaga kepercayaan publik terhadap integritas institusi penegak hukum.
“Penanganan perkara ini menjadi tonggak penting bagi praktik hukum yang bersih dan transparan. Pemerintah akan terus mengawal hingga proses hukum ini rampung,” ujar Budi.
Lima Anak Usaha Wilmar Kembalikan Dana Kerugian Negara
Direktorat Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengungkap bahwa penyitaan dana dilakukan terhadap lima entitas korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group. Masing-masing perusahaan tersebut adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
“Total dana yang disita sebesar Rp11.880.351.802.619,00. Seluruh jumlah tersebut telah dikembalikan oleh pihak terdakwa korporasi pada 23 dan 26 Mei 2025,” ungkap Direktur Penuntutan Jampidsus, Sutikno, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6).
Menurut Sutikno, uang hasil pengembalian saat ini disimpan dalam Rekening Penampungan Lain (RPL) milik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri.
Ia menjelaskan bahwa nilai kerugian negara tersebut merupakan akumulasi dari kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), serta kerugian terhadap perekonomian nasional. Perhitungan dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta tim akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM).
Rinciannya adalah sebagai berikut:
-
PT Multimas Nabati Asahan: Rp3.997.042.917.832,42
-
PT Multi Nabati Sulawesi: Rp39.756.429.964,94
-
PT Sinar Alam Permai: Rp483.961.045.417,33
-
PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57.303.038.077,64
-
PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7.302.288.371.326,78
Kendati kelima perusahaan tersebut sempat divonis bebas dari segala tuntutan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kejaksaan Agung telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan perkara masih dalam tahap pemeriksaan.