Istanbul (Infojabar.com) – Dewan Nasional Palestina (PNC) mengutuk keras upaya untuk memberikan kekebalan diplomatik kepada individu yang dianggap sebagai penjahat perang Israel. Pada Sabtu (30/11), Presiden PNC, Rawhi Fattouh, menyatakan kekecewaannya terhadap upaya-upaya tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk rasisme ekstrem yang mendukung sistem apartheid.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Fattouh mengecam keras tindakan kejam yang dilakukan oleh pasukan Israel di Beit Lahia, Gaza utara, yang menyebabkan lebih dari 100 orang Palestina tewas. “Pembantaian yang dilakukan oleh pendudukan ini merenggut nyawa lebih dari 100 syuhada, dan dunia harus segera turun tangan untuk menyelamatkan dua juta orang yang terancam kelaparan dan pembersihan etnis,” ungkap Fattouh.
Fattouh juga mengkritik upaya sejumlah negara yang mencoba melindungi pemimpin Israel dari hukum internasional setelah keluarnya surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan kepala otoritas pertahanan, Yoav Gallant. Menurutnya, langkah tersebut mencerminkan dukungan terhadap sistem apartheid Israel yang semakin tidak terkendali.
“Perlindungan terhadap penjahat perang ini hanya akan membuat Israel semakin berani untuk melanjutkan blokade dan kejahatannya terhadap rakyat Palestina,” tambahnya.
Pada Jumat (29/11), serangan Israel di Jabalia dan Beit Lahia menyebabkan lebih dari 100 warga Palestina tewas, menurut sumber-sumber Palestina. Sebelumnya, pada 21 November, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Gaza.
Perdana Menteri Prancis, Michel Barnier, dalam pidatonya di hadapan parlemen, juga merujuk pada surat perintah ICC tersebut. Barnier menekankan bahwa meskipun Statuta Roma mengharuskan kerja sama penuh dengan ICC, negara-negara yang tidak menjadi pihak ICC masih memiliki kekebalan dalam masalah tertentu.
Konflik di Gaza yang dimulai pada Oktober 2023 akibat serangan lintas perbatasan oleh kelompok Hamas telah menewaskan lebih dari 44.300 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 105.000 orang. Serangan ini telah memicu kecaman internasional atas dugaan kejahatan kemanusiaan dan genosida yang dilakukan oleh Israel, yang kini sedang diperiksa di Mahkamah Internasional (ICJ).