Moskow (Infojabar.com) – Kekhawatiran meningkat di kalangan para pemimpin negara-negara Arab terkait potensi gejolak yang dapat terjadi di kawasan mereka setelah lengsernya Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dari kekuasaan. Laporan terbaru dari The Washington Post mengungkapkan bahwa sejumlah pakar, pejabat, dan diplomat menilai situasi ini dapat menambah ketegangan di negara-negara Arab.
Pemimpin dari negara-negara seperti Mesir, Yordania, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) dilaporkan khawatir bahwa kejatuhan Assad akan memicu ketidakstabilan yang meluas di kawasan tersebut. Menurut laporan tersebut, ketegangan ini semakin terasa dengan meningkatnya ancaman dari kelompok-kelompok ekstremis di Suriah.
Salah satu diplomat yang dihubungi media tersebut menyebutkan bahwa berkembangnya kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah menjadi salah satu ancaman terbesar, terutama bagi Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi. HTS yang beroperasi di Suriah bagian utara, dilihat sebagai kelompok yang dapat memengaruhi stabilitas politik di kawasan Timur Tengah.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa negara-negara Arab kini tengah mengkaji langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi potensi ketidakstabilan yang dapat ditimbulkan setelah pengunduran diri Assad. Mereka mencari cara untuk memengaruhi perkembangan situasi dan mengevaluasi apakah mungkin untuk menahan gejolak yang bisa terjadi pasca-lengsernya Assad dari kursi kepresidenan.
Pada 8 Desember lalu, kelompok oposisi Suriah berhasil merebut ibu kota Damaskus, yang menjadi momen penting dalam perkembangan konflik Suriah. Menanggapi situasi tersebut, pejabat Rusia mengonfirmasi bahwa Assad mengundurkan diri setelah serangkaian negosiasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Setelah pengunduran dirinya, Assad dilaporkan meninggalkan Suriah dan menuju Rusia, di mana ia diberikan suaka.
Pada 10 Desember, Mohammed al-Bashir, yang sebelumnya memimpin administrasi yang berbasis di Idlib dan dibentuk oleh Hayat Tahrir al-Sham serta kelompok oposisi lainnya, ditunjuk sebagai perdana menteri sementara untuk memimpin transisi politik yang sedang berlangsung di Suriah.