Seoul (Infojabar.com) – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol resmi ditangkap pada Rabu, 15 Januari 2025, atas tuduhan pemberontakan. Penangkapan ini menjadi momen penting dalam sejarah politik negeri ginseng, yang dikenal sebagai salah satu demokrasi paling dinamis di Asia.
Menurut laporan dari Reuters, Yoon Suk Yeol, yang sebelumnya dimakzulkan pada Desember 2024, menyatakan kesediaannya untuk mematuhi proses hukum demi menghindari potensi konflik berdarah di tengah situasi politik yang memanas selama berminggu-minggu.
Sejak dijatuhkan dari kursi kepresidenan akibat penerapan darurat militer pada 3 Desember 2024, Yoon dilaporkan bersembunyi di kediamannya yang terletak di lereng bukit. Lokasi tersebut dijaga ketat oleh pasukan pengawal pribadi, sehingga upaya penangkapan sebelumnya menemui hambatan. Namun, Rabu pagi, lebih dari 3.000 personel polisi dikerahkan untuk mengepung dan mengamankan lokasi tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis sebelum penangkapannya, Yoon menegaskan bahwa dirinya setuju menyerahkan diri ke Komisi Antikorupsi Korea Selatan (CIO) meskipun menyebut investigasi tersebut sebagai tindakan ilegal. “Ketika saya melihat mereka menerobos area keamanan dengan peralatan pemadam kebakaran, saya memutuskan untuk tunduk pada penyelidikan guna mencegah pertumpahan darah yang tidak perlu,” ungkap Yoon.
Yoon tiba di kantor Komisi Antikorupsi pada Rabu pagi dengan iring-iringan kendaraan. Sesuai prosedur hukum yang berlaku, pihak berwenang memiliki waktu 48 jam untuk melakukan interogasi sebelum memutuskan apakah akan mengajukan perintah penahanan selama 20 hari atau membebaskannya.
Ketegangan di Lapangan
Di sekitar kediaman Yoon, ketegangan sempat meningkat. Sejumlah bentrokan kecil terjadi antara pendukung setia Yoon dengan aparat keamanan. Kendati demikian, operasi penangkapan berlangsung tanpa insiden besar.
Langkah Yoon mengeluarkan pernyataan darurat militer pada Desember lalu mengejutkan publik Korea Selatan. Kebijakan tersebut tidak hanya memicu krisis politik, tetapi juga mengguncang stabilitas ekonomi negara yang merupakan kekuatan terbesar keempat di Asia. Akibatnya, pada 14 Desember, parlemen secara resmi memakzulkannya dan mencopotnya dari jabatan.
Kontroversi Penahanan
Kuasa hukum Yoon mengecam keras penahanan tersebut, menyebutnya sebagai upaya untuk mempermalukan mantan presiden di depan umum. “Penahanan ini tidak hanya melanggar hak hukum klien kami, tetapi juga dirancang untuk menciptakan preseden buruk bagi demokrasi di Korea Selatan,” ujar pengacaranya.
Penangkapan Yoon Suk Yeol menambah daftar panjang pemimpin Korea Selatan yang harus menghadapi proses hukum setelah meninggalkan jabatannya. Namun, kasus ini menjadi unik karena Yoon ditahan saat masih memegang posisi presiden sebelum akhirnya dimakzulkan.
Dampak Terhadap Politik dan Ekonomi
Situasi ini diyakini akan terus memengaruhi dinamika politik Korea Selatan, dengan berbagai spekulasi tentang arah pemerintahan berikutnya. Sementara itu, perekonomian negara tersebut, yang sebelumnya terguncang akibat kebijakan darurat militer, kini mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Perkembangan lebih lanjut terkait kasus ini akan menjadi sorotan utama baik di dalam maupun luar negeri, mengingat besarnya pengaruh Korea Selatan dalam geopolitik kawasan Asia Timur.