(Infojabar.com) – Aparat Kepolisian Resor Bandara Soekarno-Hatta mengungkap dugaan keterlibatan aktor Jonathan Frizzy dalam peredaran cairan rokok elektrik (vape) yang mengandung etomidate—zat yang termasuk dalam kategori obat keras—di lingkungan selebritas Jakarta.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta, AKP Michael Tandayu, menjelaskan bahwa dugaan tersebut mengemuka setelah polisi mengumpulkan sejumlah barang bukti kuat, meski Jonathan masih membantah keterlibatannya. “JF tidak mengakui, namun berdasarkan bukti digital dan fisik yang kami miliki, kami meyakini cairan vape mengandung etomidate itu sudah beredar luas sejak tahun 2023,” ujarnya dalam konferensi pers di Mapolres Bandara Soetta, Senin, 5 Mei 2025.
Dari hasil penyelidikan, Jonathan disebut telah enam kali menerima kiriman cairan vape etomidate dari Malaysia dan Thailand. Setiap pengiriman berisi antara 30 hingga 50 unit likuid vape yang dikirim melalui jalur khusus.
Dalam kasus ini, polisi mengamankan 100 vape berisi etomidate, 40 di antaranya diketahui milik Jonathan Frizzy. “Pengiriman dilakukan secara bertahap sejak tahun 2023. Jalurnya melalui kurir dan grup komunikasi yang terorganisir,” ujar Michael.
Kapolres Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Ronald Sipayung, menambahkan bahwa cairan vape tersebut dibeli Jonathan seharga Rp 1,3 juta per unit dari luar negeri, lalu dijual kembali di Indonesia dengan harga berkisar Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per unit. “Jonathan mengendalikan seluruh proses mulai dari pemesanan, distribusi hingga penjualan,” kata Ronald.
Polisi juga mengungkap adanya grup WhatsApp bernama “Berangkat” yang digunakan untuk mengatur distribusi barang tersebut. Grup itu berisi tiga anggota lain berinisial BTR, EDS, dan ER—ketiganya kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Jonathan ditangkap oleh aparat di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, pada Minggu, 4 Mei 2025. Ia kini dijerat dengan Pasal 435 subsider Pasal 436 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan junto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara atau denda hingga Rp 5 miliar.