(Infojabar.com) – Suparta, terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang menyeret sejumlah nama besar, meninggal dunia pada Senin (28/4/2025) di RSUD Cibinong. Kabar wafatnya Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) itu dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar.
Dengan meninggalnya Suparta, proses pidana terhadap dirinya resmi dihentikan atau gugur sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Meski demikian, Kejaksaan Agung memastikan bahwa beban penggantian kerugian negara senilai Rp4,57 triliun yang telah diputus pengadilan tetap dapat ditagihkan.
“Meski pidananya gugur, nilai kerugian negara tetap harus dikembalikan. Jaksa Penuntut Umum akan menyerahkan berkas persidangan ke Jaksa Pengacara Negara untuk menempuh jalur perdata,” ujar Harli dalam konferensi pers di Kejagung, Selasa (29/4/2025).
Mengacu pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, negara berhak menggugat ahli waris untuk memulihkan kerugian. Namun, menurut Harli, keputusan untuk menggugat masih dalam tahap kajian internal kejaksaan.
“Kami masih menunggu sikap resmi dari penuntut umum. Semua akan dikaji sesuai prosedur hukum yang berlaku,” jelasnya.
Suparta Ajukan Kasasi Sebelum Meninggal
Sebelum meninggal, Suparta tengah menempuh proses kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan vonis 19 tahun penjara, denda Rp1 miliar, serta kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp4,57 triliun. Jika tidak dibayar, ia dijatuhi hukuman subsider penjara selama 10 tahun.
Suparta juga merupakan salah satu dari enam tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait korupsi pertambangan timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015–2022. Penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bahwa Suparta berperan sebagai pimpinan perusahaan pemurnian timah yang menjadi bagian dari skema korupsi.
Harvey Moeis dan Nama-Nama Lain dalam Pusaran Kasus
Dalam kasus ini, penyidik Kejaksaan Agung menetapkan total 22 orang tersangka. Di antara nama-nama itu, terselip pula Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi, yang disebut sebagai perpanjangan tangan PT RBT dalam skema bisnis ilegal timah.
Selain itu, turut ditetapkan tersangka antara lain:
-
Helena Lim, Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE),
-
Robert Indarto, Dirut PT Sariwiguna Bina Sentosa,
-
Sugito Gunawan, Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa,
-
Tamron alias Aon, pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, menyatakan bahwa penyidikan TPPU ini menjadi bagian dari upaya besar untuk menelusuri dan memulihkan kerugian negara dari hasil kejahatan.
“Langkah ini dilakukan untuk memastikan aliran dana haram dapat dilacak dan dikembalikan ke negara. Penyidik bekerja profesional dalam koridor hukum yang berlaku,” kata Kuntadi.
Kerugian Negara Melejit Jadi Rp300 Triliun
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya mengungkapkan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan nilai kerugian negara dalam kasus ini melonjak drastis menjadi Rp300 triliun, jauh di atas estimasi awal yang hanya Rp271 triliun.
“Perkara ini menunjukkan angka kerugian yang luar biasa besar. Ini menjadi fokus utama kejaksaan dalam pemberantasan korupsi skala besar,” kata Burhanuddin.
Proses pemberkasan perkara dikabarkan telah memasuki tahap akhir. Kejaksaan Agung menargetkan pelimpahan berkas ke pengadilan negeri dapat dilakukan dalam waktu dekat.