Jakarta (Infojabar.com) – Pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) kini berhak mendapatkan manfaat tunai sebesar 60% dari gaji selama enam bulan melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 yang merevisi PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan program JKP. Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani aturan ini pada 7 Februari 2025.
Mengacu pada regulasi tersebut, manfaat JKP diberikan kepada pekerja yang mengalami PHK, baik yang bekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Namun, penerima manfaat wajib bersedia untuk kembali bekerja. Hak atas JKP ini bisa diajukan setelah peserta memiliki masa iur minimal 12 bulan di BPJS Ketenagakerjaan dalam periode 24 bulan sebelum terjadi PHK.
PP Nomor 6 Tahun 2025 mengatur bahwa besaran manfaat tunai yang diterima pekerja yang terkena PHK adalah 60% dari gaji terakhir yang dilaporkan perusahaan ke BPJS Ketenagakerjaan. Pencairan dana ini dilakukan setiap bulan selama maksimal enam bulan.
“Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan sebesar 60% dari upah, untuk paling lama enam bulan,” demikian bunyi Pasal 21 ayat 1 dalam beleid tersebut, dikutip Senin (17/2/2025).
Namun, pembayaran manfaat JKP hanya berlaku hingga batas upah maksimum yang telah ditetapkan, yakni Rp5 juta. Dengan demikian, bagi pekerja dengan gaji di atas batas tersebut, besaran JKP yang diterima tetap mengacu pada angka maksimal, yaitu Rp3 juta per bulan.
“Jika upah pekerja melebihi batas atas yang ditentukan, maka dasar perhitungan manfaat uang tunai tetap menggunakan batas atas upah yang telah ditetapkan,” bunyi Pasal 21 ayat 4 dalam regulasi tersebut.
Pekerja yang tidak mengajukan klaim dalam waktu enam bulan setelah terkena PHK akan kehilangan hak atas manfaat JKP. Selain itu, manfaat ini tidak dapat diklaim jika pekerja telah mendapatkan pekerjaan baru atau meninggal dunia.
Aturan terbaru ini juga menambahkan pasal baru, yakni Pasal 39A, yang mengatur bahwa jika perusahaan dinyatakan pailit atau tutup dan memiliki tunggakan iuran maksimal enam bulan, manfaat JKP tetap akan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Meski demikian, perusahaan tetap berkewajiban melunasi tunggakan iuran beserta dendanya sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, dalam PP ini juga terdapat perubahan terkait besaran iuran JKP. Jika sebelumnya iuran ditetapkan sebesar 0,46% dari gaji sebulan, kini turun menjadi 0,36%.
Dengan adanya revisi kebijakan ini, pemerintah berharap program JKP dapat lebih efektif dalam memberikan perlindungan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, sekaligus mendorong stabilitas ketenagakerjaan di Indonesia.